Ratusan dokter dari berbagai angkatan melakukan karnaval keliling sekitar kampus A Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) Minggu 13 November 2022. Acara itu dalam rangka Perayaan Dies Natalis Unair ke-68 dan Pendidikan Dokter di Surabaya ke-109.
Dengan penuh semangat, para dokter ini mengenakan berbagai macam kostum tradisional. Ada yang menengenakan busana adat Madura, Jawa Timuran, bahkan papua. Ada juga yang tampil ramai dengan pakaian penuh rafia dan Jerami. Pemandangan ini persis seperti yang ditemui dalam Jember Fashion Carnival.
Dekan FK UNAIR, Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG., Subs. F.E.R, mengatakan peserta karnaval ini diwaliki oleh setiap alumni FK UNAIR. Yakni mulai tahun 1980-an hingga 2000-an.
Beberapa di antaranya adalah, angkatan 1997 yang menggunakan batik berwarna kuning dengan didampingi Gatot Kaca. Peserta ini unjuk kebolehan di hadapan para juri dengan melakukan senam SKJ 98.
Ada juga alumni dari angkatan 1998, yang membuat karnaval ini menjadi teaterikal. Tentu saja sangat menarik perhatian. Para alumni ini menceritakan perjalanan virus corona masuk ke Indonesia hingga penanganan dokter dilakukan bukan hanya perawatan, hingga para dokter ini membuat vaksin merah putih.
“Kegiatan ini sengaja diadakan sebagai wadah silaturahmi yang lebih dekat dan menyenangkan untuk para alumni. Karnaval atau defile angkatan ini merupakan puncak dari rangkaian acara Dies Natalis FK UNAIR. Tujuannya, mengakbrabkan dan kembali bertemu dengan almamater kita, guru-guru kita, senior, teman-teman seperjuangan, dan adik kelas,” ujar Prof Budi Santoso.
Diketahui sebelumnya, beberapa kegiatan dilakukan juga seperti ada lomba lari dan pemasangan prasasti angkatan 1997 di Universitas Airlangga Surabaya. (ISM)
Pelantikan dokter tahun ini tuntas dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga(FK UNAIR). Terakhir, Kamis, 17 November 2022 telah terlaksana Pelantikan Dokter Periode IV Tahun 2022. Diikuti oleh 27 dokter baru.
Kepada dokter baru, Dekan FK UNAIR, Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG, Subs. F.E.R. berpesan agar selalu ingat kepada almamater. Baik FK, UNAIR, RSUD Dr. Soetomo juga RS UNAIR.
“Sumbangan pemikiran, ide-ide, kritik sangat kami tunggu dari adik-adik dokter baru ini. Agar institusi ini terus menjalankan tri dharma pendidikan tinggi dengan baik,” pesannya di Aula.
Pun pesan dekan agar para lulusan baru untuk memiliki moral-moral dokter yang baik. Yang utama adalah memiliki semangat bersosial tidak hanya mengedepankan materi.
Pun dengan mengasah skill berkomunikasi. Karena masalah bisa timbul karena komunikasi yang kurang baik.
Bagaimana dokter memperlakukan pasien juga harus sama. Terlepas dari backgound, suku, agama maupun jabatan.
“Pegang teguh prinsip dokter berbintang tujuh yang selalu kami ajarkan di FK UNAIR,” pinta dekan. (ISM)
Pelantikan pasti jadi momen yang sangat membahagiakan bagi dokter. Apalagi jika dihadiri oleh orang-orang terdekat seperti keluarga. Namun tak semua punya kemewahan untuk bisa membagikan momen sekali seumur hidup itu.
Dalam pelantikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Periode IV, Kamis, 17 November lalu, Dokter Sarah Izdihar harus rela datang sendiri. Ia sudah lama ditinggal sang ayah. Dan sehari sebelumnya sang ibunda meninggal dunia.
Karenanya setelah selesai pelantikan, Dokter Sarah pun lekas berlalu karena dia harus menghadiri pemakanan sang bunda. Sengaja pemakaman dilakukan setelah pelantikan usai.
Dokter Sarah mengatakan momen kali ini sangat menguras emosinya. Antara sedih dan bahagia. Momen yang ditunggunya ternyata harus bersamaan dengan kesedihan. “Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” katanya.
Namun kesedihan yang dia alami tidak membuat Sarah menyerah. Malah keadaannya saat ini ia jadikan motivasi untuk terus menempuh pendidikan lebih tinggi. Ia ingin membuat kedua orang tuanya yang sudah ada di surga bangga.
“Setelah nanti lulus internhip saya mau daftar jadi PPDS,” tambah gadis tegar ini.
Dekan FK Unair, Prof Dr dr Budi Santoso,SpOG (K) saat berpidato menyampaikan duka cita yang mendalam pada dr Sarah. Bahkan Prof Bus, panggilan Prof Budi Santoso mengajak yang hadir untuk berdoa bersama. (ISM)
Tim Departemen Neurologi FK UNAIR/ RSUD dr. Soetomo Surabaya berhasil menjadi juara pertama kontes neurotech di Cirebon.
Acara ini sebagai bagian dari PIN (Pertemuan Ilmiah Nasional) dari Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 17 sd 20 Nov 2022.
Tim bernama Fasialis (yang berarti nama saraf ketujuh dan beranggota 7 PPDS neurologi) ini menamakan proyeknya dengan Soetomo CSF Manometer.
Manometer merupakan alat pengukur tekanan awal saat tindakan punksi lumbal. Punksi lumbal merupakan salah satu komponen pemeriksaan kasus gawat darurat neurologi seperti meningitis (radang selaput otak).
Saat ini pemeriksaan tekanan CSF (Cerebro Spinal Fluid atau cairan serebrospinal) masih membutuhkan alat khusus yang relatif mahal dan import.
Tim fasialis berhasil membuat dan memodifikasi menggunakan bahan yang sederhana seperti infus set, triway stopcock dan tabung Westergren.
Tim bimbingan dosen Dr. Paulus Sugianto, dr., SpN(K), FAAN dan Wardah dr., SpN(K), ini berhasil mengalahkan kandidat lain yang berisi para profesor dan senior neurologi lain.
Mochammad Wijdan Rosyich, dr. sebagai salah satu anggota tim fasialis menyampaikan persiapan mengikuti lomba dilakukan sejak 2 bulan.
Menurut Wijdan, hal paling sulit adalah mencari ide di sela kesibukan tim ppds yang masih semester 2.
Tim Fasialis ini telah berhasil mendapatkan HAKI. Ke depan, mereka berharap alat ini bisa berguna dan diaplikasikan oleh para dokter hingga pelosok Indonesia.
Kasus polio sudah lama tidak kita jumpai di Indonesia. Sejak Maret 2014, Indonesia dinyatakan berhasil mengeradikasi polio. Beserta negara lainnya di Asia Tenggara, Indonesia telah menerima sertifikasi bebas polio dari WHO. Namun, pada bulan Oktober lalu, ditemukan kasus lumpuh layu akut dan berhasil diidentifikasi sebagai polio di Kabupaten Pidie, Aceh. Dan pada bulan November 2022 ini, Indonesia resmi melaporkan kasus polio diikuti 15 negara yang sebelumnya telah melapor kasus polio di negaranya. Atas temuan kasus polio tersebut, maka Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (IKFR FK UNAIR) menyelenggarakan kuliah singkat pada Selasa, 22 November 2022. Kuliah yang dilaksanakan secara daring dengan zoom tersebut diikuti oleh hampir 450 peserta, yang terdiri dari dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitas serta PPDS di seluruh Indonesia.
Acara tersebut dibuka oleh dr. Boy Timor dan dimoderatori oleh Dr. dr. Ratna D. Hariyadi, Sp.K.F.R. Ped (K) selaku dosen senior Departemen IKFR FK Unair. Terdapat 2 materi utama yang disampaikan pada kuliah tersebut, keduanya disampaikan oleh dosen senior dari Departemen IKFR FK Unair. Pada kesempatan ini, Dr. dr. Meisy Andriana Sp.K.F.R., N.M. (K) selaku pemateri pertama memberikan kuliah mengenai surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis). Dalam kuliahnya, dr. Meisy menyampaikan temuan surveilans cakupan imunisasi polio OPV (Oral Polio Vaccine) di Aceh yang cukup rendah, salah satu penyebabnya adalah karena kondisi pandemi sehingga cakupannya tidak mencapai target Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Survei Kemenkes juga memaparkan data di 30 RT di Aceh, 30 anak dari 25 rumah tangga tidak mendapatkan vaksinasi IPV (Inactive Polio Vaccine). Dan temuan kasus polio tersebut didapatkan dari pasien yang belum menerima vaksinansi apapun sehingga Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) nya tidak terpenuhi.
“Sebagai seorang surveilans, kita harus aktif mencari pasien kurang dari 15 tahun pada kelompok suspek polio, dengan gejala kelumpuhan layu akut kurang dari 2 minggu yang bukan disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Meskipun bukan polio, kita harus mengamati dan kemudian membuktikan dengan pemeriksaan tinja sampai tegak bukan polio.” jelas dr. Meisy kepada seluruh peserta. Dalam kesempatan ini, dr. Meisy juga menyampaikan kategori virus polio, penegakan diagnosisnya serta strategi pencegahan dan pemberantasan kasus polio. Sebagai konsekuensi atas sertifikasi bebas polio di Indonesia, pelaksanakan surveilans AFP (SAFP) harus dilakukan secara konsisten, dimana target penemuan kasus AFP harusnya >2/100.000. Dengan dilaksanakannya SAFP, maka diharapkan mampu mengidentifikasi daerah resiko tinggi, memantau kemajuan program eradikasi polio, dan mempertahankan Indonesia bebas polio.
Dokter Meisy menyampaikan materi Surveilans APF. (Foto oleh Juwita R Salsabil)
Selanjutnya pada materi kedua, Dr. dr. S.M. Mei Wulan Sp.K.F.R. Ped (K) menyampaikan materi dengan tema rehabilitasi poliomyelitis. Sebagai permulaan materi, dr. Mei menyampaikan mengenai virus polio, transmisinya, termasuk bagaimana poliovirus ini dapat kembali ke daerah yang sudah dinyatakan bebas polio tersebut. Dalam presentasinya, dr. Mei menyampaikan jika polio adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dicegah. Sebagai dokter yang berkecimpung di bidang rehabilitasi medik, diharapkan dokter Sp. KFR dapat merencanakan program rehabilitasi untuk pasien polio seperti latihan Range of Motion (ROM) dan positioning untuk mencegah kontraktur, di antaranya adalah latihan ROM untuk ekstensi sendi panggul dan lutut, dorsofleksi pergelangan kaki, ekstensi pergelangan tangan, abduksi dan oposisi dari ibu jari. Selain itu, latihan kekuatan otot dan pemberian assistive devices dapat direncanakan untuk menopang otot tubuh yang lemah. Pasien polio dibantu untuk dapat melaksanakan kehidupan sehari-hari dengan orthosis yang sesuai dengan patologi dan gangguan fungsi yang dialami oleh pasien.
Dokter Mei menyampaikan materi Rehabilitasi Polio. (Foto oleh Juwita R Salsabil)
Rehabilitasi pada kasus polio sangat berperan penting dan bisa dibagi menjadi 3 tahap sesuai dengan perjalanan polio yang diderita oleh pasien. Berdasarkan WHO, di fase akut (6 bulan pertama) pasien akan mengeluh nyeri otot sehingga tujuan rehabilitasi pada fase ini adalah mengurangi nyeri. Fase kedua yaitu fase konvalesens (6 bulan-3 tahun), secara bertahap program rehabilitasi ditujukan untuk proses perbaikan dan penyembuhan dengan pemberian latihan aktivitas fisik untuk mencegah kontraktur dan pemberian orthosis. Dan pada fase terakhir yaitu fase kronis, proses penyembuhan sudah berhenti sehingga dapat dilakukan evaluasi MMT (kekuatan otot) dan bila diperlukan dapat direncanakan operasi untuk mengoreksi deformitas.
Setelah penyampaian kedua materi, dr. Fatchurrahman Sp. K.F.R. M.S. (K) selaku dosen senior di Departemen IKFR FK Unair yang berpengalaman menemui dan memeriksa pasien polio, menyampaikan jika kasus polio yang terpenting adalah pencegahannya. Sebagai penyakit infeksi, cara pencegahan selain imunisasi yang sangat penting adalah menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat). “Dahulu,untuk mempermudah menangani pasien polio, kita selalu mengingat triple of two untuk fase-fase di kasus polio. Dua minggu pertama untuk fase akut, maka titik beratnya untuk pasien adalah melakukan bedrest total, tujuannya menjaga motor neuron agar tidak sampai rusak dan mencegah progresivitas atau perburukan gejala. Dua minggu pertama ini sangat menentukan prognosis dan outcome penyakit, tidak diperbolehkan dilakukan intervensi atau latihan yang berat. Kemudian dua selanjutnya adalah dua bulan yang merupakan fase kedua, intervensi yang dilakukan adalah melakukan latihan otot dibantu dengan pemberian orthosis untuk menunjang otot, bisa AFO (Ankle Foot Orthosis), KAFO (Knee Ankle Foot Orthosis), HKAFO (High Knee Ankle Foot Orthosis). Kemudian dua terakhir adalah 2 tahun, yaitu fase menetap setelah 2 tahun, dengan melakukan asessmen ulang nilai kekuatan otot dan terus dilakukan latihan.” jelas dr. Fatchur.
Dokter Fatchur menyampaikan pengalaman dalam menangani pasien polio pada sesi diskusi. (Foto oleh Juwita R. Salsabil)
Di akhir kuliah, peserta diberi kesempatan berdiskusi dengan pemateri yang dimoderatori oleh dr. Ratna. Kuliah yang berjalan 2 jam tersebut, membawa pada kesimpulan bahwa dokter Sp. KFR harus siap menghadapi kasus polio, kaitannya dengan program rehabilitasi jika menemukan kasus polio, disesuaikan dengan fase-fasenya. Penanganan kasus polio ini dimulai dari menemukan serta melaporkan kasus AFP, menegakkan diagnosis polio, sampai pada pemberian latihan dan orthosis harus dapat dikuasai oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi di Indonesia.
Penulis: Juwita R. Salsabil (PPDS Sp. 1 IKFR FK-Unair)
Academic Health System wilayah 5 menyelenggarakan monitoring dan evaluasi di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR), Selasa, 29 November 2022. Pertemuan ini mengevaluasi program kerja yang disusun bersama sebulan sebelumnya. Mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemendikbudristek dan Kemkes No.2/KB/2022 dan No.HK.0.1.08/MENKES/1269/2022.
Beberapa poin yang dibahas antara lain tentang strategi peningkatan kuota penerimaan mahasiswa program dokter spesialis dan program studi dokter spesialis. Serta program sarjana kedokteran.
FK UNAIR menjadi AHS Wilayah 5. Membawahi 19 fakultas kedokteran yang ada di Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB. “Kekurangan dokter spesialis di Wilayah 5 paling banyak ada di wilayah Jawa Timur, Diikuti oleh NTT dan NTB. Sementara itu Bali sudah cukup kecuali penyakit dalam dan obestetri.” Terang Dekan FK UNAIR, Prof.Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG, Subsp.F.E.R.
Di AHS Wilayah 5 sendiri beberapa upaya yang dilakukan adalah dengan membentuk 3 kluster pengampuan. Yang mana dalam satu kluster itu setidaknya memiliki satu Fakultas kedokteran yang terakreditasi A dan membawahi beberapa fakultas kedokteran lain.
FK yang terakreditasi A menerima mahasiswa PPDS. Mereka akan belajar di FK yang terakreditasi B untuk kemudian nanti diluluskan di FK UNAIR.
“Fakultas Kedokteran tipe B tidak boleh mendirikan prodi spesialis. Karenanya sembari fakultas tersebut menyiapkan prodinya, kami terima dulu di FK UNAIR nanti lulus pun dari FK UNAIR,” terang dekan.
Pemberian beasiswa juga menjadi upaya untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis. Per 28 November lalu, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) membuka beasiswa bagi dokter untuk melanjutkan studi spesialis.
“Kemarin, ada penandatanganan antara Kemenkes dan Direktur LPDP untuk memberikan 560 beasiswa kepada calon dokter spesialis di tahun 2022.” tambah dekan.
Dalam upaya penambahan dokter spesialis, kesediaan rumah sakit pendidikan menjadi krusial. Tantangan yang dihadapi saat ini, masih ada 72 rumah sakit pendidikan yang direkomendasikan dari 482 rumah sakit pendidikan yang potensial.
“Dari 72 itu saja yang sudah melaksanakan pendidikan hanya 39,” tambah Dr. Arie Utariani, dr., SpAn., KAP dari ARSPI (Asosiasi RS Pendidikan Indonesia).
Sehingga menjadi tantangan ke depan adalah bagaimana rumah sakit yang potensial ini bisa menjadi wahana pendidikan. (ISM)
Fakultas Kedokteran Unversitas Airlangga (FK UNAIR) mendapat kunjungan dari Rumah Sakit Parikesit Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa, 06 Desember 2022. Kunjungan dalam rangka diskusi mengenai program potensial untuk perjanjian kerjasama (MoU) antara kedua belah pihak dalam upaya pemenuhan dokter spesialis di daerah.
Direktur RSUD. Parikesit, Ismi Mufiddah, SKM, MPH menyampaikan, RSUD Parikesit merupakan rumah sakit milik daerah Kalimantan Timur. Namun seperti rumah sakit daerah pada umumnya, RSUD Parikesit memiliki tantangan kekurangan SDM dari dokter spesialis. Padahal rumah sakit tipe C ini menjadi rujukan rumah sakit lain di daerahnya.
Terbatasnya dokter spesialis ini misalnya, RSUD Parikesit sendiri saat ini hanya memiliki satu spesialis anestesi. Padahal dokter anestesi harus selalu ada disetiap operasi. Pun dengan dokter spesialis jantung yang saat ini belum ada. Padahal kasus kematian karena jantung sangat tinggi jumlahnya.
“Berbagai upaya untuk mencukupi kebutuhan dokter spesialis juga sudah kami lakukan. Misalnya dengan mendatangkan dokter tamu atau menyekolahkan putra-putri daerah untuk mengabdi di daerah. Namun rupanya upaya tersebut tetap menghadapi kendala. Misalkan dokter tamu yang hanya bisa mengabdi beberapa tahun saja, atau dokter dari daerah yang enggan kembali ke daerah setelah tamat spesialis. Apakah memungkinkan jika ada kerjasama stase PPDS di FK UNAIR ini ke RS Parikesit?” tanyanya dalam forum ujarnya di Sidang C.
Wakil Dekan 3 FK UNAIR, Dr. Sulistiawati, dr., M.Kes menyampaikan, upaya paling efektif untuk menutup kekurangan doter spesialis adalah dengan menyekolahkan dokter-dokter di daerah. Tinggal PR nya adalah menyiasati agar yang sudah lulus mau kembali.
Karenanya, MoU mengenai tri dharma perguruan tinggi menjadi salah satu pilihan terbaik. MoU akan mempermudah mitra untuk menjalin hubungan baik dengan FK UNAIR.
“Kami akan memprioritaskan calon PPDS dari institusi yang sudah melakukan MoU dengan kami tapi tetap dengan mempertimbangkan standar kelayakan,” tambah Dokter Sulis.
Memanfaatkan program Pendaya Gunaan Dokter Spesialis (PGDS) dari pemerintah juga menjadi alternatif yang bisa dimanfaatkan rumah sakit di daerah.
Selama ini putaran stase di rumah sakit luar juga dilakukan di FK UNAIR. Biasanya PPDS mendapatkan waktu satu bulan di rumah sakit yang sudah menjalin kerjasama. Namun itu kembali kepada program studi masing-masing serta kompetensi yang dibutuhkan di daerah.
“Kalau untuk stase ke Kalimantan sepertinya tidak mudah. Karena kami juga mempertimbangkan ada tidak kasusnya dan sesuai dengan usaha kita mengirim atau tidak. Karena kembali lagi dokter-dokter PPDS ini masih belajar dan memerlukan paparan kasus yang banyak,” jelas Dokter Sulis.
Almamater selalu menjadi tempat istimewa. Tak hanya memberikan ilmu, tapi di sinilah tempat bertumbuh dan menyimpan banyak kenangan. Karenanya momen Kembali ke almamater menjadi hal yang selalu menyenangkan.
Setidaknya ini yang dirasakan oleh Iswanto Sucandy, M.D, F.AC.S. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) Angkatan 1997 ini. Bersama istri dan kedua anaknya, Ia menyempatkan mampir ke FK UNAIR saat pulang kampung ke Surabaya.
“Ke Surabaya karena sedang libur akhir tahun, dan sekalian mampir ke FK UNAIR,” ujarnya. Iswanto saat ini merupakan dokter bedah di Rumah Sakit AdventHealth Tampa, Amerika Serikat. Setelah lulus dokter di FK UNAIR, ia langsung pindah ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi.
Dalam kunjungannya, Iswanto juga menjadi bintang tamu dalam channel youtube Dokter UNAIR TV. Di mana dia menceritakan banyak hal mulai dari dari awal mula keberangkatannya ke Negeri Paman Sam hingga meniti karir di sana.
Seusai melakukan rekaman, ia berkeliling ke ruang-ruang bersejarah di FK UNAIR. Mulai dari Ruang Kuliah Anatomi, Laboratorium, taman dan berbagai sudut di FK UNAIR.
“Banyak yang masih sama tapi juga banyak yang berubah. FK UNAIR yang sekarang lebih asri. Dulu belum ada banyak pohon-pohon seperti sekarang. Bangunannya juga tidak sebagus sekarang,” kenangnya.
Di Ruang Kuliah Propadause, ia menunjukkan tempat yang selalu ia duduki. Tempat duduk di tengah yang dekat dengan tangga ke atas. Merasa nostalgia, ia pun mengabadikan dalam foto.
Bukan hanya saksi perjuangan, Kampus A FK UNAIR ini juga menjadi tempat Iswanto menemukan pasangan hidup yang menemaninya saat ini.
Napak tilas Iswanto di FK UNAIR ini didampingi oleh Wakil Dekan 2, Dr. Hanik Badriyah Hidayati, dr., Sp.N(K) yang rupanya merupakan teman seangkatan sekaligus sahabat karibnya.
“Dulu anaknya jahil banget. Waktu praktek di Ruang Anatomi dia memasukkan organ ke kantong lab saya,” kenangnya seraya tertawa.
Hanik menyampaikan, sejak kuliah di FK UNAIR, Iswanto sering mengungkapkan keinginannya untuk kuliah dan bekerja di Amerika Serikat. Ia pun ikut bangga teman akrabnya ini bisa meraih cita-citanya dulu.
Kisah lengkap Dokter Iswanto bisa disaksikan secara penuh dalam tayangan youtube Dokter UNAIR TV edisi Dokter Berkisah yang akan tayang Jumat, 6 Januari depan. (ISM)
Jumlah Fakultas Kedokteran di Indonesia saat ini sebanyak Ada 92. Jumlah ini akan bertambah 12 lagi per tahun 2023 ini. Bertambahnya jumlah Fakultas kedokteran tentunya berbanding lurus dengan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten untuk mendidik calon dokter. Menyikapi hal tersebut, FK UNAIR membuka Program studi baru yakni Magister Pendidikan Dokter.
Koordinator Program Studi (KPS) Magister Pendidikan Dokter FK UNAIR, Dr.Hermanto Tri Joewono, dr., SpOG(K) mengatakan, untuk mendidik seorang dokter dibutuhkan dosen profesional. Artinya bukan hanya cakap keilmuan medis. Namun juga menguasai kurikulum dan pedagogi atau metode mengajar yang baik.
“Apalagi Menteri Kesehatan mendorong penambahan jumlah dokter dan juga dokter spesialis. Untuk memenuhi itu sistem pembelajaran kedokteran juga harus disesuaikan. Dan ini membutuhkan SDM yang kompeten,” ujarnya ditemui di sela-sela visitasi akreditasi, Kamis, 30 Desember 2022.
Yang membedakan Prodi Magister Pendidikan Dokter FK UNAIR dengan prodi serupa di kampus lain ialah di FK UNAIR akan memrioritaskan pada pendidikan klinis. Artinya FK UNAIR akan melatih dosen-dosen yang akan mengajar mahasiswa KOASS.
“Karena mengajar untuk mahasiswa S1 dan postgraduate sangat berbeda ya. Karena pendidikan dokter postgraduate prakteknya langsung dengan pasien. Keselamatan pasien sangat diperhatikan. Sehingga metode mengajarnya juga jauh berbeda dengan S1,” lanjutnya.
Prodi Magister Pendidikan Dokter FK UNAIR akan mulai membuka mahasiswa per Februari 2023 depan. Dan akan diajarkan oleh profesor baik dari dalam FK UNAIR sendiri maupun dari universitas asing. Dua profesor asing yang sudah siap mengisi kelas diantaranya Prof Dekker dan Prof Brahmaputra dari Australia.
Metode pembelajaran dalam Program Magister Pendidikan Dokter FK UNAIR ini akan mengacu pada mahasiswa. Artinya sistem pembelajarannya akan merangsang partisipasi aktif mahasiswa dengan memberikan penugasan dan feedback. Brain base learning atau pembelajaran berbasis otak juga akan diajarkan di sini.
Mahasiswa sudah harus mempunyai penelitian yang akan dikerjakan selama dua tahun menjalani perkuliahan. Sehingga outcome saat lulus nanti jelas, penguasaan kemampuan penyusunan kurikulum dan andagogi.
“Ini bukan lagi pedagogi tapi andagogi artinya pendidikan untuk orang dewasa. Karenanya kita tidak akan memberikan terlalu banyak kuliah. Namun lebih ke active learning,” tukasnya. (ISM)